Thursday, 22 December 2011
Bedah Bisnis Esek-esek Sarkem
Nama
tempat ini pastinya lazim didengar oleh warga Yogyakarta. Dari tukang
becak sampai Akademisi macam mahasiswa mengenal Sarkem. Sarkem
merupakan lokalisasi terbesar di Jogja yang menampilkan dunia esek-esek
dan lika-liku kehidupan lebih dari 100 wanita pemuas nafsu para pria
hidung belang.
Tempat parkir
stasiun Tugu akan selalu ramai 24 jam penuh. Kebanyakan orang awam
pasti akan mengira kalau orang-orang yang parkir kendaraan di sana
sepenuhnya bertujuan untuk datang ke stasiun. Padahal, tidak semuanya
orang-orang yang parkir kendaraan tersebut tujuannya untuk ke stasiun.
Setelah
matahari mulai gelap sampai dini hari, banyak orang yang mulai
berdatangan parkir kendaraan di stasiun Tugu. Tujuannya adalah untuk
mengunjungi lokalisasi sarkem. Menurut salah satu tukang becak yang
mangkal di samping Stasiun Tugu, orang-orang yang parkir di situ pada
malam hari, lebih banyak yang bertujuan untuk mengunjungi Sarkem
daripada ke stasiunnya. Dari tempat parkir itu, pengunjung tinggal
menyeberang jalan di depannya, bayar retribusi seiklasnya, dan langsung
bisa memilih wanita mana yang akan diajak tidur.
Setelah
memasuki lokalisasi, pengunjung langsung disuguhi wanita-wanita seksi
plus rok mini. Lokalisasi Sarkem mengharuskan pengunjungnya memilih
para PSK dengan jalan kaki menyusuri gang – gang kecil, tidak bisa
menggunakan motor apalagi mobil. Bentuk dari lokalisasi ini memang
mirip perkampungan padat penduduk. Selain itu, Warung-warung kecil di
pinggir gang yang menyediakan makanan hingga minuman keras, banyak
tersedia di sudut-sudut gang dan langsung dilayani oleh pegawainya yang
tidak lain adalah PSK. Warung-warung seperti ini memang salah satu
tempat transaksi para pria hidung belang dengan PSK.
Di
lokalisasi ini, pengunjung juga bisa menemukan rumah ketua RT,
sekolahan, bahkan Masjid. Lalu untuk apa fasilitas-fasilitas tersebut?
Tidak semuanya penghuni sarkem adalah orang-orang yang bekerja di
bisnis esek-esek. Penghuni-penghuni tersebut adalah masyarakat biasa
yang membutuhkan sarana-sarana umum seperti Masjid dan sebagainya.
Mereka sudah sejak turun temurun tinggal di daearah tersebut. Anehnya
tidak ada masalah dengan perbedaan profesi yang mencolok itu. Toh
mereka juga bisa mendapat keuntungan dengan membuka warung untuk jualan
rokok dan sebagainya di tempat yang selalu ramai tiap malamnya.
Biasanya untuk mencegah agar pengunjung Sarkem tidak salah masuk ke
tempat penduduk biasa, mereka menuliskan 'Rumah tangga' di depan pintu
sebagai pertanda kalau rumah tersebut bukan tempat mangkal para PSK
Tempat
ini selalu buka tiap hari dari sore hingga pagi buta. Sarkem hanya
tutup saat bulan puasa saja. Saat saya mengunjungi tempat ini beberapa
waktu lalu sebelum lebaran, saya menanyakan kepada salah satu PSK di
situ apakah tempat ini akan tutup selama bulan puasa? Jawabannya adalah
tempat ini hanya akan tutup selama tiga hari pertama bulan puasa saja
sebagai bentuk menghargai bulan suci. Setelah itu akan buka lagi
seperti biasa. Mereka selalu bayar pajak dengan keamanan disana,
lagipula lokalisasi ini sangat jarang terkena razia. Beberapa orang di
sana mengatakan kalau lokalisasi ini legal. Maka, Sarkem selalu
aman-aman saja walaupun di bulan puasa sekalipun.
Tarif
dari para PSK di sarkem seperti lazimnya, tergantung penampilan fisik.
Dari yang paling jelek sampai yang paling cantik berkisar antara
50ribu sampai 100ribu rupiah sekali main. Yang paling banyak dijumpai
dan paling sering 'dipakai' tamu adalah PSK dengan harga 70ribu sekali
main dengan tampang yang lumayan. Dengan uang yang dikeluarkan tersebut
pengunjung bisa langsung ngamar di lokalisasi tersebut. Tidak perlu
cari hotel untuk ngamar di sini. Sarkem sudah menyediakan kamar – kamar
gratis untuk tempat melampiaskan nafsu pengunjung. Memang lokalisasi
ini adalah lokalisasi kelas bawah. Tetapi inilah yang membuat Sarkem
selalu ramai dikunjungi karena harga yang terjangkau bahkan untuk
sekelas kantong tukang becak sekalipun.
Para
penghuni lokalisasi ini kebanyakan berasal dari berbagai daerah di
pulau Jawa namun ada juga yang berasal dari luar Jawa seperti
Kalimantan dan Sumatera walaupun jumlahnya sedikit. Menurut keterangan
yang didapat dari salah satu 'mami' di sana, pemasok PSK yang paling
banyak berasal dari daerah-daerah di Jawa tengah dan Jawa Barat. Ada
semacam kerjasama antar 'mami' dalam bisnis esek-esek ini sehingga
pasokan PSK bisa berjalan antar daerah di berbagai wilayah. Yang paling
digemari biasanya wanita-wanita dari daerah Jawa Barat seperti
Tasikmalaya dan Sumedang. PSK dari daerah itu terkenal cantik-cantik,
kulit putih dan lihai bermain di ranjang.
Ani,
begitu nama samaran salah satu penghuni lokalisasi yang berasal dari
Tasikmalaya, mengaku bisa melayani 4-5 pengunjung dalam satu malam.
Paling ramai biasanya pas malam minggu. Wanita yang masih berusia 24
tahun, seksi dan berparas cantik ini mematok harga 100 ribu rupiah
sekali main. Tetapi jika tamu yang menawarnya itu bule, Ani tak
segan-segan mematok harga setengah juta. Dia mengaku langganannya
bervariasi dari tukang becak, pegawai negeri, mahasiswa, bahkan polisi.
Yang sering datang adalah pengunjung mahasiswa. Mereka biasanya
ngajakin ngobrol dulu, lalu minum bir bareng dan akhirnya ngamar. Ani
mengaku harus ramah sama semua tamu. Dalam hal persaingan antar PSK
untuk menggaet tamu, Ani mengaku punya gaya-gaya yahut yang bikin
tamunya klepek-klepek seperti doggy style, 69, bahkan dia berani
melakukan oral seks demi kepuasan pelanggan. Dengan servisnya, biasanya
tamu akan cepat mengalami orgasme. "Paling-paling 15 menit pelangganku
yang nggak mabok alkohol bisa tahan sama goyanganku" sela Ani. Dengan
begitu dia bisa kejar target untuk mangkal lagi cari tamu lainnya. Tapi
memang agak lama buat pelanggan mahasiswa dari timur atau tamu yang
mabuk terlalu berat. Mereka susah orgasme. Jika terjadi demikian, capek
juga nglayaninya. Dalam sehari, Ani bisa menghasilkan uang sampai 500
ribu rupiah. Dari uang tersebut ia hanya mendapat 20% karena dipotong
untuk 'mami'nya sebesar 60% dan pajak keamanan 20%. Diluar itu Ani bisa
mendapat penghasilan dari tips tamu dan bebas biaya pajak dari
'maminya' ataupun dari pihak keamanan.. Saat ditanya alasan dia jadi
PSK, dia hanya menjawab kalau hidup sekarang serba susah. Belum lagi
untuk membiayai keluarga di kampung. Dengan berprofesi seperti ini, Ani
bisa mengirim uang di kampung. Selama ini dia mengaku bekerja di Jogja
sebagai pekerja kantoran. Setidaknya pengakuan Ani ini mewakili banyak
suara dari para PSK di Sarkem.
Di
sisi lain, dari segi kesehatan, ternyata Sarkem punya agenda kegiatan
rutin untuk sensus PSK sekaligus cek kesehatan. Agenda itu dilaksanakan
setiap tiga hari sekali. Menurut salah satu PSK yang mengaku bernama
Sisca, agenda ini diorganisir oleh pihak keamanan setempat dan sifatnya
wajib diikuti para PSK selama mereka mencari nafkah di Sarkem. Dengan
cara itu, akan diketahui apakah ada yang terjangkit AIDS, penyakit
kelamin, atau sakit biasa seperti flu dan sebagainya. Bagi para PSK
yang terkena AIDS, maka wajib keluar dari lokalisasi Sarkem, sedangkan
untuk penyakit-penyakit ringan seperti penyakit kelamin atau sakit flu
hanya disuruh untuk istirahat sampai mereka sembuh. Dengan begitu,
orang-orang yang berkunjung ke Sarkem tidak perlu kawatir akan bahaya
AIDS sekalipun.
Dunia
esek-esek Sarkem memang menggiurkan para penggila seks di kota
Yogyakarta. Kota yang dikenal sebagai kota pendidikan ini punya sisi
lain yang menyimpan kenikmatan seks luar biasa. Sarkem adalah contohnya.
Kalau sudah seperti ini, sikap apa yang perlu berbagai pihak perbuat
terhadap Sarkem? Di satu sisi, itu adalah lahan mereka untuk mencari
nafkah, tetapi di sisi lain, melanggar norma-norma agama yang ada.
0 komentar:
Post a Comment